Senin, 22 April 2024

Wanita Berkarir Anaknya Tidak Terurus, Benarkah?

 

Antologi Cinta dan Pertarungan
Nurlaela Aliah,S.Pd.I,M.Pd
ISBN : 
Penerbit Juara

Perempuan berhak membuat pilihan dalam hidup, termasuk pilihan menjadi ibu rumah tangga dan Wanita karier, Hal ini bukanlah hal mudah, namun bukan berarti kedua peran ini tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pada masa sekarang banyak ibu yang menjadi wanita karir, berprestasi, sekaligus sukses mendidik anak-anaknya.

Wanita karier sering dilabeli sebagai perempuan independent berdikari, mandiri, dan penuh kebebasan karena mampu menghasilkan pendapatan sesuai kehendaknya. Namun, ibarat belati bermata dua, Perempuan berkarir juga dinilai buta terhadap urusan rumah tangga, cenderung tidak peduli dengan keluarga, dianggap tidak paham cara mendidik anak, perempuan tidak perlu sekolah terlalu tinggi, dan hanya berorientasi pada kesejahteraan hidupnya saja.

Di tahun ajaran baru saya diberi tugas menjadi walikelas SD khususnya kelas dua, saat itu saya bertemu dengan 5 siswa kelas dua SD usia 8 tahun, penampilannya sangat rapi, wajahnya ceria dan penuh semangat, bicaranya sopan, bersikap kritis, mampu menyampaikan pendapat, ekspresif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, menyambut dan menghargai orang walau baru bertemu, Dialah siswa saya dari ibu bekerja dan berprestasi.

Biasanya seorang anak akan mencontoh perilaku kedua orang tuanya, children see, children do. Sikap manis dan sopan anak tersebut tentu saja merupakan didikan sekaligus perilaku yang dicontohkan oleh ibunya. Selain itu dari penampilan dan ekspresi wajahnya, menandakan anak tersebut sudah siap menerima Pelajaran dengan kata lain ibunya mengurusnya dengan baik dan telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer anak, seperti tidur, makan, dan mandi.

Perlu diketahui di SD tempat saya bekekerja diwajibkan memiliki WAG antara wali murid dan walas untuk berkominikasi atau kerjasama tentang sekolah.

Dengan rasa penasaran saya menghubungi kelima ibu siswa diatas lalu menyampaikan perkembangan anaknya di sekolah dan saya menanyakan balik Bagaimana kelima ibu tersebut memenuhi kebutuhan mereka.

Dari lima ibu karir, empat diantaranya sangat memperhatikan perkembangan anaknya, mengulang materi dan membantu putra-putrinya dalam tugas sekolah. Di tengah kesibukannya, para ibu tersebut menyempatkan diri mengajari anaknya  sebelum tidur, beberapa dari mereka bahkan ada yang melebihi target dari tugas yang telah ditentukan sekolah. Sehingga pada pertemuan setelahnya anak-anak tersebut sudah siap menerima materi baru. Selain itu beberapa anak wanita karir ini bersikap kritis, mampu menyampaikan ide, sangat optimis dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hanya ada satu ibu karir yang tidak terlalu menghiraukan kerjasama tugas sekolah dan menyerahkan sepenuhnya pada guru.

Ternyata mayoritas Wanita karier dalam mengasuh anak menerapkan pola hidup yang disiplin, mereka berkata meskipun awalnya anak merasa terganggu lama-lama terbiasa, mencontohkan dengan bangun pagi, menetapkan waktu belajar dan bermain menjalin kedekatan dengan mengajak anak bercerita Saat sarapan bersama, menanyakan kabar, meminta anak untuk menceritakan kegiatannya hari itu, Cek kembali persiapan sekolah anak, seperti buku dan baju sekolah, buatkan bekal untuk anak, membuat kesepakatan dalam keluarga dan lainnya, saat pekerjaan kantor dalam keadaan sibuk mereka tidak mengabaikan anaknya, dengan cara melakukan video call pada setiap jam istirahat tentu saja melalui HP. Wali kelasnya, berusaha memfasilitasi dan memberikan dukungan terhadap bakat dan hoby anak.

Kemudian saya bertemu dengan 5 siswa lainya yang terlihat menggunakan seragam kurang layak seperti terlihat kusut, kotor, robek, bahkan tak membawa buku pelajaran atau alat tulis lainnya, tidak hanya itu siswa sering bolos, kurang percaya diri, melakukan tindakan pencurian, meminta uang atau makanan secara paksa kepada temannya, prilaku bullying, mudah marah, namun dari kelima siswa itu ada satu tenang, sopan, ramah, rapi bersih, selalu bertanya, optimis dan saya mengatakan anak ini cerdas.

Saya selaku Wali kelas dari anak tersebut melayangkan surat resmi dari sekolah untuk berkomunikasi dengan ibunya terkait perkembangan anaknya. Ternyata dari lima ibu yang tidak bekerja, satu di antaranya sangat memperhatikan dan fokus pada perkembangan anaknya, Mengajari dan mengulang materi. Satu lainnya bersikap biasa saja, terkadang mengulang materi dan terkadang tidak, karena si ibu sudah lelah mengurus urusan rumah. Sedangkan dua ibu lainnya sama sekali tidak membantu kerjasama ini, dengan dalih tidak ada waktu dan sangat lelah mengurus tiga balita sekaligus. Sedangkan satu ibu lainnya juga tidak pernah membantu anaknya, namun sang anak cerdas, sehingga dia termasuk siswa unggul.

Dari kasus diatas dapat disimpulkan, bahwa seorang ibu yang tidak bekerja pun belum tentu bisa maksimal dalam memperhatikan perkembangan kognitif anak-anaknya.

Dalam hal ini menunjukkan bahwa penentu kesuksesan seorang ibu dalam mendidik anak adalah bukan karena ibunya bekerja atau tidak bekerja, melainkan karena pola asuh yang diterapkannya. Dari sini kita tahu, bahwa bukan karir yang menjadi masalah dalam mengurus anak tetapi hal ini tergantung pada keteguhan dan kegigihan seorang ibu dalam memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak-anaknya

Dengan berkarir, wanita mampu mendidik anak-anaknya lebih bijaksana, demokratis, serta tidak otoriter, karena berkarirnya wanita mampu memiliki pemikiran yang lebih moderat pola asuh yang diterapkan pola asuh permisif. Apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga yang harus diselesaikan, maka wanita karier memiliki pemikiran yang lebih luas sehingga permasalahan mereka segera menemukan jalan keluar secara tepat, dengan berkarir, perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik dibanding ibu yang tidak berkarir sehingga jiwanya menjadi lebih sehat dikarenakan pada Wanita karier bertemu dengan rekan-rekan kerja tertawa berdiskusi tuntutan disiplin karena pekerjaan harus bisa kerja tim yang solid dan lainnya.

Menjadi ibu karir tentu saja bukan hal yang mudah, menurut pengakuan ibu-ibu wali murid yang berkarir di SD tempat saya mengajar mereka sering merasa kelelahan dan tidak mempunyai waktu yang banyak untuk anaknya. Namun hal itu bukan masalah, mereka berkata dengan tegas bahwa “kurangnya waktu tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas tanggung jawab dan membimbing anak, kehadiran anak bukanlah suatu penghalang baginya untuk mengaktulisasikan ilmunya, justru menjadi penyemangat agar kelak bisa menjadi teladaan dan motivasi bagi anaknya”.

 Anak perempuan dengan pola asuh yang lebih disiplin biasanya mendapatkan kesuksesan lebih besar, Anak perempuan dengan ibu yang lebih disiplin tumbuh dewasa dengan berhasil memasuki Perguruan Tinggi terbaik Selain itu gadis-gadis yang dibesarkan dengan kedisiplinan cenderung tidak hamil di luar pernikahan pada masa remajanya

Pandangan terhadap perempuan sebagai kelompok marginal yang hanya boleh merangkak dalam dapur, sumur, dan kasur, dianggap tidak mampu mengendalikan diri, superego-nya tidak berkembang dengan sempurna, sehingga ia menjadi manusia yang lemah, tidak bisa berpartisipasi di arena public, hal ini sejatinya perlahan terkikis. Konsep tentang perempuan sebagai strata kedua tidak lagi relevan dengan digalakkannya narasi terkait kesetaraan, meskipun hingga sekarang dorongan kepada kesetaraan masih terus diperjuangkan. Perempuan memiliki kekuatan untuk memberdayakan diri sendiri dan juga lingkungan sekitar. Perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidkan, kesehatan, ekonomi, politik dan berbagai pelayanan publik lainnya.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Juknis PPDB Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026 Resmi Dimulai, Inilah Juknisnya

Assalamualakum warrohmatullahi wabarokaatuh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI secara resmi menerbitkan  Petunjuk Tek...