ISBN :
Penerbit Juara
Perempuan berhak membuat pilihan dalam hidup, termasuk pilihan menjadi ibu rumah tangga dan Wanita karier, Hal ini bukanlah hal mudah, namun bukan berarti kedua peran ini tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pada masa sekarang banyak ibu yang menjadi wanita karir, berprestasi, sekaligus sukses mendidik anak-anaknya.
Wanita karier sering dilabeli
sebagai perempuan independent berdikari, mandiri, dan penuh kebebasan karena
mampu menghasilkan pendapatan sesuai kehendaknya. Namun, ibarat belati bermata
dua, Perempuan berkarir juga dinilai buta terhadap urusan rumah tangga,
cenderung tidak peduli dengan keluarga, dianggap tidak paham cara mendidik
anak, perempuan tidak perlu sekolah terlalu tinggi, dan hanya berorientasi pada
kesejahteraan hidupnya saja.
Di tahun ajaran baru saya diberi
tugas menjadi walikelas SD khususnya kelas dua, saat itu saya bertemu dengan 5 siswa
kelas dua SD usia 8 tahun, penampilannya sangat rapi, wajahnya ceria dan penuh
semangat, bicaranya sopan, bersikap
kritis, mampu menyampaikan pendapat, ekspresif, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, menyambut dan menghargai orang walau baru bertemu, Dialah siswa saya
dari ibu bekerja dan berprestasi.
Biasanya seorang anak akan
mencontoh perilaku kedua orang tuanya, children see, children do. Sikap
manis dan sopan anak tersebut tentu saja merupakan didikan sekaligus perilaku
yang dicontohkan oleh ibunya. Selain itu dari penampilan dan ekspresi wajahnya,
menandakan anak tersebut sudah siap menerima Pelajaran dengan kata lain ibunya
mengurusnya dengan baik dan telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer anak,
seperti tidur, makan, dan mandi.
Perlu diketahui di SD tempat saya
bekekerja diwajibkan memiliki WAG antara wali murid dan walas untuk berkominikasi
atau kerjasama tentang sekolah.
Dengan rasa penasaran saya
menghubungi kelima ibu siswa diatas lalu menyampaikan perkembangan anaknya di
sekolah dan saya menanyakan balik Bagaimana kelima ibu tersebut memenuhi
kebutuhan mereka.
Dari lima ibu karir, empat
diantaranya sangat memperhatikan perkembangan anaknya, mengulang materi dan
membantu putra-putrinya dalam tugas sekolah. Di tengah kesibukannya, para ibu
tersebut menyempatkan diri mengajari anaknya
sebelum tidur, beberapa dari mereka bahkan ada yang melebihi target dari
tugas yang telah ditentukan sekolah. Sehingga pada pertemuan setelahnya
anak-anak tersebut sudah siap menerima materi baru. Selain itu beberapa anak
wanita karir ini bersikap kritis, mampu menyampaikan ide, sangat optimis dan
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hanya ada satu ibu karir yang tidak
terlalu menghiraukan kerjasama tugas sekolah dan menyerahkan sepenuhnya pada
guru.
Ternyata mayoritas Wanita karier
dalam mengasuh anak menerapkan pola hidup yang disiplin, mereka berkata
meskipun awalnya anak merasa terganggu lama-lama terbiasa, mencontohkan dengan
bangun pagi, menetapkan waktu belajar dan bermain menjalin kedekatan dengan
mengajak anak bercerita Saat sarapan bersama, menanyakan kabar, meminta anak
untuk menceritakan kegiatannya hari itu, Cek kembali persiapan sekolah anak,
seperti buku dan baju sekolah, buatkan bekal untuk anak, membuat kesepakatan
dalam keluarga dan lainnya, saat pekerjaan kantor dalam keadaan sibuk mereka
tidak mengabaikan anaknya, dengan cara melakukan video call pada setiap jam
istirahat tentu saja melalui HP. Wali kelasnya, berusaha memfasilitasi dan
memberikan dukungan terhadap bakat dan hoby anak.
Kemudian saya bertemu dengan 5
siswa lainya yang terlihat menggunakan seragam kurang layak seperti terlihat
kusut, kotor, robek, bahkan tak membawa buku pelajaran atau alat tulis lainnya,
tidak hanya itu siswa sering bolos, kurang percaya diri, melakukan tindakan
pencurian, meminta uang atau makanan secara paksa kepada temannya, prilaku
bullying, mudah marah, namun dari kelima siswa itu ada satu tenang, sopan,
ramah, rapi bersih, selalu bertanya, optimis dan saya mengatakan anak ini cerdas.
Saya selaku Wali kelas dari anak
tersebut melayangkan surat resmi dari sekolah untuk berkomunikasi dengan ibunya
terkait perkembangan anaknya. Ternyata dari lima ibu yang tidak bekerja, satu
di antaranya sangat memperhatikan dan fokus pada perkembangan anaknya,
Mengajari dan mengulang materi. Satu lainnya bersikap biasa saja, terkadang
mengulang materi dan terkadang tidak, karena si ibu sudah lelah mengurus urusan
rumah. Sedangkan dua ibu lainnya sama sekali tidak membantu kerjasama ini,
dengan dalih tidak ada waktu dan sangat lelah mengurus tiga balita sekaligus.
Sedangkan satu ibu lainnya juga tidak pernah membantu anaknya, namun sang anak
cerdas, sehingga dia termasuk siswa unggul.
Dari kasus diatas dapat
disimpulkan, bahwa seorang ibu yang tidak bekerja pun belum tentu bisa maksimal
dalam memperhatikan perkembangan kognitif anak-anaknya.
Dalam hal ini menunjukkan bahwa
penentu kesuksesan seorang ibu dalam mendidik anak adalah bukan karena ibunya
bekerja atau tidak bekerja, melainkan karena pola asuh yang diterapkannya. Dari
sini kita tahu, bahwa bukan karir yang menjadi masalah dalam mengurus anak tetapi
hal ini tergantung pada keteguhan dan kegigihan seorang ibu dalam memberikan
pengasuhan yang terbaik untuk anak-anaknya
Dengan berkarir, wanita mampu
mendidik anak-anaknya lebih bijaksana, demokratis, serta tidak otoriter, karena
berkarirnya wanita mampu memiliki pemikiran yang lebih moderat pola asuh yang
diterapkan pola asuh permisif. Apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga
yang harus diselesaikan, maka wanita karier memiliki pemikiran yang lebih luas
sehingga permasalahan mereka segera menemukan jalan keluar secara tepat, dengan
berkarir, perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik dibanding ibu
yang tidak berkarir sehingga jiwanya menjadi lebih sehat dikarenakan pada
Wanita karier bertemu dengan rekan-rekan kerja tertawa berdiskusi tuntutan
disiplin karena pekerjaan harus bisa kerja tim yang solid dan lainnya.
Menjadi ibu karir tentu saja bukan hal yang
mudah, menurut pengakuan ibu-ibu wali murid yang berkarir di SD tempat saya
mengajar mereka sering merasa kelelahan dan tidak mempunyai waktu yang banyak
untuk anaknya. Namun hal itu bukan masalah, mereka berkata dengan tegas bahwa
“kurangnya waktu tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas tanggung jawab dan
membimbing anak, kehadiran anak bukanlah suatu penghalang baginya untuk
mengaktulisasikan ilmunya, justru menjadi penyemangat agar kelak bisa menjadi
teladaan dan motivasi bagi anaknya”.
Anak
perempuan dengan pola asuh yang lebih disiplin biasanya mendapatkan kesuksesan
lebih besar, Anak perempuan dengan ibu yang lebih disiplin tumbuh dewasa dengan
berhasil memasuki Perguruan Tinggi terbaik Selain itu gadis-gadis yang
dibesarkan dengan kedisiplinan cenderung tidak hamil di luar pernikahan pada
masa remajanya
Pandangan terhadap perempuan sebagai kelompok
marginal yang hanya boleh merangkak dalam dapur, sumur, dan kasur, dianggap
tidak mampu mengendalikan diri, superego-nya tidak berkembang dengan sempurna,
sehingga ia menjadi manusia yang lemah, tidak bisa berpartisipasi di arena public, hal ini sejatinya perlahan terkikis. Konsep tentang
perempuan sebagai strata kedua tidak lagi relevan dengan digalakkannya narasi
terkait kesetaraan, meskipun hingga sekarang dorongan kepada kesetaraan masih
terus diperjuangkan. Perempuan memiliki kekuatan untuk memberdayakan diri
sendiri dan juga lingkungan sekitar. Perempuan
memiliki akses yang sama terhadap pendidkan, kesehatan, ekonomi, politik dan
berbagai pelayanan publik lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar